Bangsa Indonesia Alami Disorientasi





”Disorientasi nilai terjadi hampir di berbagai aspek kehidupan. Publik terlampau sering melihat kemunafikan pemimpin yang tidak memiliki integritas sehingga sebagian masyarakat juga mengambil jalan menerabas, mencari jalan mudahnya, dan tidak lagi percaya pada hukum,” kata Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra.
Semakin hari, bangsa indonesia semakin memiliki nilai-nilai moral yang menurun. Baik dari segi politik, sosial, ekonomi, sains, dan masih banyak lagi. Hal ini disebabkan rasa ingin cepat selesai dan tidak mau bersusah payah., disertai dengan adanya rasa tidak ingin menghadapi berbagai permasalahan yang setiap hari semakin bertambah. Sehingga saat dihadapkan dengan jalur alternatif yang belum jelas kebenarannya, justru malah menjatuhkan masyarakat ke maslah yang lebih sulit lagi dari masalah sebelumnya.
Selain itu, para petinggi elite politik yang biasa dikenal dengan “umara” semakin menjauhi dari nilai-nilai pancasila dan moral, serta etika-etika dalam kepemimpinan. Mereka semakin lemah dalam berpegang teguh pada pancasila dan UUD 1945. Sehingga tak mampu menjadi tauladan bagi rakyatnya dan kehilangan arah dalam menegakkan kebenaran.
Kemunafikan menunjukkan lemahnya integritas pemimpin tersebut. Azyumardi mencontohkan, ketika pemimpin meminta elite politik tidak gaduh, tetapi pada saat sama justru gaduh dengan kemelut internal di partai politik.
Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah A Syafii Maarif mengatakan, bangsa Indonesia sekarang ini sudah ”kusut masai” akibat sudah terlalu banyak borok yang menyerang. Gelombang utama moral sudah tumpul, bahkan rusak, sedangkan nilai-nilai kebaikan seperti jadi riak-riak kecil saja. Budaya liar kian marak.
”Salah satu akar masalahnya adalah kepemimpinan yang lemah dan tidak mampu memberikan teladan. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak dipegang lagi, sementara elite politik semakin pragmatis,” kata Syafii.
Menurut Taufik Abdullah, sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), selama 40 tahun (Orde Lama dan Orde Baru), bangsa Indonesia dipimpin secara otoriter. Secara tak langsung, tumbuh dalam diri kita sikap otoriter, yaitu merasa benar dan mau menang sendiri. Ketika Reformasi 1998 membuka ruang kebebasan, demokrasi, dan otonomi daerah, sifat otoriter itu muncul dalam berbagai bentuk.
Persoalan bangsa saat ini, menurut Azyumardi, tidak bisa diselesaikan dengan jalan pintas. Penanaman nilai untuk mengikis sifat hipokrisi sejatinya bisa dijalankan lembaga pendidikan. Sayangnya, sebagian besar lembaga pendidikan juga menghadapi persoalan internal dan tekanan dari luar.

Komentar

Postingan Populer